IChO merupakan ajang olimpiade tahunan bidang kimia tingkat internasional,dimana 80 negara mengirimkan 4 orang delegasi untuk memperebutkan medali emas,perak,dan perunggu. Bagian tersulit dari rangkaian IChO ini justru adalah seleksi untuk menjadi delegasinya karena hanya tersedia 4 kursi bagi ribuan anak.Seleksi peserta IChO tahun ini adalah dari peserta OSN tahun sebelumnya,dimana ke 30 medalis akan diseleksi ulang melalui 3 tahap yaitu Pelatnas 1,2,dan 3.
Seluruh perjalanan diawali pada sekitar Agustus 2017 ketika saya dihadapkan pilihan memilih bidang OSN fisika atau kimia. Setelah pertimbangan yang cukup sulit saya memilih bidang kimia,dengan alasan bidangnya lebih prospektif dibanding fisika karena banyak yang sudah jago.kemudian saya mengikuti pembinaan litbang setiap hari sabtu oleh kakak Maria,kakak Alan,dan kaka Marvel.Selang beberapa bulan datanglah saat seleksi OSK,OSP,dan OSN dan saya berhasil mendapatkan medali perak pada OSN 2018.
Setelah OSN,datanglah Pelatnas tahap 1. Pelatnas bidang kimia dilaksanakan di Wisma Kartini ,Bandung dengan Pembina dari jurusan Kimia ITB.Setiap hari kami diberi materi kemudian tes selama kurang lebih 1 bulan. Lima belas orang akan dipilih untuk lanjut ke tahap 2, kemudian dipilih lagi 8 orang untuk ke Pelatnas tahap 3.Pada Pelatnas tahap 3 ini barulah ketatnya persaingan sangat terasa karena memperebutkan 4 kursi tersebut,kemampuan setiap anak hampir sama dan tiap hari kami diberi tes komprehensif yang mencakup semua materi kimia.Pada saat itu,saya berhasil lolos menjadi tim Indonesia yang mewakili ke IChO 2019 di Paris pada posisi no 4 alias lumayan beruntung.
Flash Forward beberapa bulan kemudian,saya dan 3 teman saya yang lain dikumpulkan lagi dalam pelatnas 4 yaitu persiapan sebelum berangkat olimpiade.Kami diberi pemantapan terakhir selama 1 minggu kemudian berangkat ke Jakarta untuk terbang ke Paris.Sebelum itu ,kami juga mengunjungi Direktorat SMA untuk mengikuti pelepasan siswa olimpiade internasional.Hari itu juga pesawat kami berangkat pada pukul 00.40.
Penerbangan selama 7 jam menuju Dubai,lalu dilanjutkan kembali selama 6 jam dari Dubai menuju Paris.terdapat perbedaan waktu sebesar 5 jam antara paris dan Indonesia jadi tim Indonesia diberangkatkan 1 hari lebih awal dari waktu kedatangan seharusnya.Perlombaan dilaksanakan selama 21 hingga 30 Juli,dan tes terdiri atas tes teori selama 5 jam dan tes praktikum selama 5 jam.
Pada tes praktikum kami ditempatkan di SMK di Paris (lycee Pierre de Gennes ) yang menurut saya cukup hebat karena laboratoriumnya mampu mengakomodasi sekitar 300 anak untuk perlombaan ini. Tes praktikum yang nampaknya lama ini ternyata berjalan sangat cepat dan seharusnya mudah untuk diselesaikan (saya melihat sekeliling saya sudah banyak yang selesai), namun saya kurang focus sehingga ada bagian yang tak terselesaikan,meskipun overall menurut saya sudah lumayan.
Kemudian lusanya adalah tes teori.Soal tes teori kali ini cukup sulit pada bagian polimer dan kesetimbangannya,yang paling menantang adalah kecepatan mengerjakan soal karena jumlah soalnya cukup banyak.Saya yang awalnya mengira soalnya cukup mudah ternyata kewalahan untuk menyelesaikan semuanya dalam waktu 5 jam,namun saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan mengais poin di soal soal tersebut.
Kemudian,tibalah pengumuman,saya sudah tahu bahwa tidak mungkin meraih medali emas karena praktikum yang buruk,sehingga saya berharap paling tidak perunggu,namun syukurlah saya diumumkan meraih medali perak.Saya sangat bahagia bahwa seluruh rangkaian olimpiade telah berakhir. Melalui olimpiade ini saya juga merasa sangat bersyukur karena telah didukung oleh banyak pihak baik Bapak Ibu guru,Ibu Kepala sekolah maupun teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga saya bisa meraih medali.Juga kepada PPPK Petra yang memberikan pembinaan,juga orang tua yang telah banyak mendukung saya.Dan puji syukur kepada Tuhan atas anugerahnya sehingga saya dapat mengikuti olimpiade ini.
By Winston Cahya XII IPA 7